post-image

Kajian Sumber Daya Air Tanah di DAS Kedunglarangan: Langkah Bersama untuk Konservasi Berkelanjutan

PASURUAN – Danone AQUA melalui PT Tirta Investama – Pabrik Pandaan (AQUA Pandaan) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Montpellier, Perancis, menggelar seminar untuk mempresentasikan hasil kajian riset sumber daya air tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kedunglarangan. Kegiatan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan pemanfaat air di Pasuruan, termasuk Forum DAS Pasuruan, pengelola Taman Hutan Rakyat, dinas terkait, komunitas lingkungan, serta akademisi dan media.

Kajian ini bertujuan untuk memahami siklus air di DAS Kedunglarangan, termasuk daerah resapan, perubahan tata guna lahan, dan neraca air tanah. Temuan dari kajian ini menjadi landasan bagi langkah-langkah konservasi dan pengembangan pertanian di Pasuruan, khususnya di lereng timur Gunung Arjuno. Data yang terkumpul akan digunakan untuk menentukan tahapan konservasi serta mendukung keberlanjutan pertanian di daerah tersebut.

Azwar Satrya, Director of Water Resources, Science & Process Technology Danone Indonesia, menyampaikan bahwa pengelolaan DAS secara kolektif sangat penting untuk menciptakan dampak yang lebih luas. “Dengan pengelolaan yang melibatkan semua pemangku kepentingan, kita bisa mencapainya bersama. Meskipun kajian ini dimulai pada tahun 2020 dengan tantangan pandemi, kami bersyukur proses ini berjalan lancar berkat dukungan banyak pihak,” katanya. Azwar juga menekankan bahwa kajian ini merupakan kontribusi nyata AQUA Pasuruan dalam upaya pelestarian lingkungan melalui pendekatan berbasis ilmu pengetahuan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan, H. Taufikhul Ghony, SE., M.Si., yang juga Ketua Forum DAS Kabupaten Pasuruan, menyatakan bahwa kajian ini menjadi dasar kuat dalam penyusunan kebijakan lingkungan di Kabupaten Pasuruan. “Kami telah berusaha mengembangkan kebijakan lingkungan yang melibatkan industri dalam mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, kami juga sedang merancang sistem pembayaran jasa lingkungan hidup, yang membutuhkan partisipasi semua pihak,” ujarnya.

Kajian yang dilakukan oleh Universitas Montpellier bersama UGM ini berhasil mengidentifikasi daerah resapan air di wilayah-wilayah seperti Tretes, Prigen, Pecalukan, Ledug, dan Dayurejo. Temuan ini memberikan informasi penting mengenai cadangan air tahunan, terutama pada zona tengah yang mencakup mata air utama seperti PDAM Plintahan, Toyoarang, Durensewu, serta sumur bor yang banyak digunakan oleh industri.

Saat ini, daerah resapan menghasilkan 1.200 liter air per detik, dengan 670 liter mengalir dari mata air. Penggunaan sumur bor meningkat pesat, mencatatkan lonjakan 200% antara 2010 hingga 2020, mencapai 560 liter per detik, yang terbagi antara industri, air minum dalam kemasan (AMDK), PDAM, dan sektor lainnya. Pengelolaan yang lebih baik diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan air.

Kajian ini juga memberikan gambaran yang jelas bagi pengelola konservasi mengenai luas dan lokasi yang tepat untuk penerapan teknik konservasi seperti sumur resapan, rorak, dan biopori. Selain itu, pemantauan mata air PDAM dan sumur bor, termasuk debit dan level air, harus terus dilakukan. Perubahan penggunaan lahan yang pesat, seperti pemukiman dan pertanian, dapat meningkatkan risiko pencemaran air tanah jika tidak dikelola dengan baik.

Prof. Dr. Ir. Heru Hendrayana, IPU. dari UGM, menekankan bahwa kajian ini menjadi pengingat bagi semua pihak untuk menjaga Cekungan Air Tanah (CAT) Pasuruan, terutama di DAS Kedunglarangan. “Kami juga pernah melakukan kajian serupa di lereng Tenggara Gunung Merapi dan Lereng Tengger di DAS Rejoso, yang memberikan hasil penting untuk pengelolaan air di kawasan tersebut,” ujarnya.

Hasil kajian ini akan digunakan oleh semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan air di Pasuruan sebagai dasar untuk menerapkan upaya konservasi yang lebih tepat dan merencanakan program pelestarian di seluruh area DAS Kedunglarangan.